2.1 Pengertian Adab dan Peradaban
Menurut Damono sebagaimana dikutip oleh Oman Sukmana, kata “adab” berasal dari bahasa Arab yang berarti akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti.[1]
Adab erat hubungannya dengan:
· Moral yaitu nilai – nilai dalam masyarakat yang hubungannya dengan kesusilaan
· Norma yaitu aturan, ukuran atau pedoman yang dipergunakan dalam menentukan sesuatu yang baik atau salah.
· Etika yaitu nilai-nilai dan norma moral tentang apa yang baik dan buruk yang menjadi pegangan dalam mengatur tingksh laku manusia.
· Estetika yaitu berhubungan dengan segala sesuatu yang tercakup dalam keindahan, kesatuan, keselarasan dan kebalikan.
Menurut Fairchild sebagaimana yang dikutip oleh Oman Sukmana, “peradaban” adalah perkembangan kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya.[2]
Menurut Bierens De Hans “peradaban” adalah seluruh kehidupan sosial, ekonomi, politik dan teknik. Jadi, peradaban adalah bidang kehidupan untuk kegunaan yang praktis, sedangkan kebudayaan adalah sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni diatas tujuan yang praktis hubungannya dengan masyarakat.
Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat “peradaban” adalah bagian-bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian.[3] Dengan demikian “peradaban” adalah tahapan tertentu dari kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kebudayaan tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pngetahuan, teknologi dan seni yang telah maju. Masyarakat tersebut dapat dikatakan telahmengalami proses perubahan sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannya makin kompleks.
2.2 Pengertian Manusia sebagai Makhluk Beradab dan Masyarakat Adab
Manusia disamping sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial budaya, dimana saling berkaitan satu dengan yang lain. Sebagai makhluk Tuhan manusia memiliki kewajiban mengabdi kepada Sang Kholik, sebagai makhluk individu manusia harus memenuhi segala kebutuhan pribadinya dan sebagai makhluk sosial budaya manusia harus hidup berdampingan dengan manusia lain dalam kehidupan yang selaras dan saling membantu.
Manusia sebagai makhluk sosial disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggungjawab seperti anggota masyarakat lain, agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat tersebut. Oleh karena itu, manusia yang bertanggungjawab adalah manusia yang dapat menyatakan bahwa tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum.
Untuk menjadi makhluk yang beradab, manusia senantiasa harus menjunjung tinggi aturan-aturan, norma-norma, adat-istiadat, ugeran dan wejangan atau nilai-nilai kehidupan yang ada di masyarakat yang diwujudkan dengan menaati berbagai pranata sosial atau aturan sosial, sehingga dalam kehidupan di masyarakat itu akan tercipta ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan kedamaian. Dan inilah sesungguhnya makna hakiki sebagai manusia beradab.
2.3 Evolusi dan Tahapan-tahapan Peradaban
Menurut Alfin Tofler tahapan peradaban dapat dibagi atas tiga tahapan, yaitu :
1. Gelombang pertama sebagai tahap peradaban pertanian, dimana dimulai kehidupan baru dari budaya meramu ke bercocok tanam (revolusi agraris).
2. Gelombang kedua sebagai tahap peradaban industri penemuan mesin uap, energi listrik, mesin untuk mobil dan pesawat terbang (revolusi industri).
3. Gelombang ketiga sebagai tahap peradaban informasi. Penemuan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dengan komputer atau alat komunikasi digital.
Menurut John Naisbitt mengemukakan bahwa era informasi menimbulkan gejala mabuk teknologi, yang ditandai dengan beberapa indikator, yaitu :
1. Masyarakat lebih menyukai penyelesaian masalah secara kilat.
2. Masyarakat takut sekaligus memuja teknologi.
3. Masyarakat mengaburkan perbedaan antar yang nyata dan yang semu.
4. Masyarakat menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar.
5. Masyarakat mencintai teknologi dalam bentuk mainan, dan
6. Masyarakat menjalani kehidupan yang berjarak dan terenggut.
2.5 Wujud Peradaban
Peradaban adalah wujud kebudayaan sebagai hasil kreatifitas manusia baik yang bersifat materiil berupa benda-benda yang kasat mata dan dapat diraba, seperti candi borobudur, bangunan gedung atau rumah, mobil, perlatan kerja, dan sebagainya, maupun yang bersifat non – materiil dalam bentuk nilai, moral, norma, dan estetika.
Peradaban sebagai wujud kebudayaan yang bersifat non – materiil, seperti adat sopan santun pergaulan dalam menjalani hidup dan kehidupan ini manusia senantiasa memegang teguh nilai-nilai yang ada, baik berupa moral, norma, etika, dan estetika.
Menurut Ki Hajar Dewantara, etika adalah ilmu yang mempelajari segala soal kebaikan dan keburukan didalam hidu manusia semuanya, teristimewa yang mengenai gerak – gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan, sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.[11]
Etika merupakan suatu ajaran yang melakukan refleksi kritis atas norma ajaran moral. Tugas etika adalah mencari ukuran baik buruknya bagi tingkah laku manusia.
Secara dikotomisada etika deskriptif yang berusaha mengkaji secara kritis dan rasional tentang sikap dan pola perilaku manusia, dan apa yang dikerjakan oleh manusia dalam hidup sebagai sesuatu yang bernilai. Sedangkan etika normatif adalah berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia (berupa norma-norma).
Menurut Th. L. Vanhoeven (dalam Oman Sukmana), norma berasal dari kata “normalis”, yang berarti menurut petunjuk, kaidah, kebiasaan, kelaziman, patokan, standart, ukuran.[12] Norma – norma mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda – beda, yaitu :[13]
1. Folkways, yakni norma-norma yang berdasar kebiasaan atau kelaziman dalam tradisi, dan apabila dilanggar tidak ada sanksinya, tetapi hanya dianggap aneh dan menjadi sasaran pembicaraan umum saja.
2. Mores (tata kelakuan), yakni norma moral yang menentukan suatu kelakuan tergolong benar atau salah, baik atau buruk. Individu yang melanggar mores akan dihukum.
Moral adalah nilai – nilai dalam masyarakat dalam hubungannya dengan kesusilaan. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana seseorang harus hidup secara baik sebagai manusia, dan sekaligus merupakan petunjuk kongkrit yang siap pakai tentang bagaimana seseorang itu harus hidup.
Dalam realitas budaya pengembangan kebudayaan dikembangkan melalui nilai – nilai estetika yang tidak terlepas dari nilai – nilai etika, moral, norma dan hukum yang berlaku.
Secara etimologis istilah “estetika” berarti “teori tentang ilmu penginderaan”. Tetapi kemudian diberi pengertian yang dapat diterima lebih luas ialah “teori tentang keindahan dan seni”.[14]
Manusia memiliki sensibilitas esthethis, karena itu manusia tak dapat dilepaskan dari keindahan. Manusia membutuhkan keindahan dalam kesempurnaan (keutuhan) pribadinya. Tanpa estetika ini, kemanusiaan tidak lagi mempunyai perasaan dan semua kehidupan akan menjadi steril.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar